Empat tiang beton di dalam Masjid Al Falah, Kampung Tunagan, Kelurahan Linggajaya, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, mendadak berputar ke arah kanan sekitar 30 derajat tanpa merusak konstruksi, Rabu (22/9/2010) sore hingga malam. Fenomena yang sulit dinalar akal sehat itu, tak pelak membuat geger warga.
Keempat tiang bergerak berputar ke arah kanan selepas ashar dan kembali ke posisi semula selepas isya. Keempat tiang beton berbalut keramik itu berfungsi menyangga lantai dua. Perputaran tiang terjadi seusai puluhan warga menunaikan shalat ashar. Mereka terkejut saat menyadari keempat tiang yang masing-masing berjarak sekitar dua meter membentuk segi empat itu, telah berubah arah sekitar 30 derajat ke arah kanan (utara).
“Tidak ada bunyi derak tembok. Tiba-tiba saja kami menyaksikan keempat tiang sudah berubah arah,” tutur H Syariful Gaos, seorang tokoh warga sekaligus orang yang memimpin pembangunan masjid pada tahun 1989 lalu. Para jamaah sempat panik karena mengira masjid akan roboh.
Namun setelah diteliti lebih seksama, tidak ada bekas-bekas perputaran. Keramik lantai tampak masih utuh. Hanya saja sudutnya berubah seiring dengan perubahan tiang. Fenomena diluar akal sehat itu membuat jamaah langsung menyebut asma Allah. Bahkan ada yang menitikkan air mata.
Keempat tiang masjid bergerak berputar ke arah kanan selepas ashar dan kembali ke posisi semula selepas isya. Anehnya, tidak ada bekas-bekas perputaran. Keramik lantai tampak masih utuh. Hanya saja sudutnya berubah seiring dengan perubahan tiang
Fenomena itu tidak berhenti sampai di situ. Selepas jamaah melaksanakan shalat isya berjamaah, secara tiba-tiba keempat tiang beton berkeramik putih yang tepiannya ditempeli keramik hitam, berputar lagi ke arah semula dan kembali berada pada posisi awal. Kejadian kedua ini makin menghebohkan jamaah. Ada yang bertakbir ada pula yang melakukan sujud atau membaca ayat suci.
“Sejak itu masjid dipenuhi warga yang ingin menyaksikan kejadian itu dari dekat,” ujar Syariful, yang mengaku terus pulang seusai shalat ashar. Semalam ratusan warga terus berdatangan. Bahkan hingga Kamis (23/9) sore, puluhan warga masih berkumpul di masjid yang terletak di tepi jalan kampung itu.
Hilman, seorang warga, memperlihatkan kepada wartawan hasil rekaman hidup kamera fotonya. Namun baik tiang dan lantai yang disebut Hilman tengah bergerak tidak tampak jelas. Kemungkinan gambar diambil setelah fenomena itu terjadi. Namun, puluhan warga berebut ingin menyaksikan hasil rekaman itu.
Menurut Syariful, masjid tersebut mengalami renovasi menjadi dua lantai pada tahun 1989 dan selesai Oktober. Lantai pertama berukuran 9×21 meter dan lantai dua 9×12 meter. “Semula itu hanya masjid biasa dengan lahan bekas kebun. Saya yang waktu itu berprofesi sebagai pemborong lantas mengusulkan dilakukan renovasi dan disambut warga,” ujarnya, sambil menyebutkan, renovasi juga mendapat sumbangan dari Presiden Soeharto sebesar Rp 50 juta melalui koleganya di Jakarta.
Sejak berdiri, lanjut Syariful, tidak ada hal yang aneh. Hanya saja setelah ada imbauan MUI Pusat untuk menghitung kembali arah kiblat masjid pasca gempa 2 September 2009 lalu, jajaran DKM Masjid Al Falah melakukan penghitungan ulang dipimpin H Rofik, ahli ilmu falak warga setempat. Saat itu diketahui arah masjid mesti diputar ke kiri sekitar 30 derajat agar tepat menghadap kiblat.
“Sejak itu masjid dipenuhi warga yang ingin menyaksikan kejadian itu dari dekat,” ujar Syariful, yang mengaku terus pulang seusai shalat ashar. Semalam ratusan warga terus berdatangan. Bahkan hingga Kamis (23/9) sore, puluhan warga masih berkumpul di masjid yang terletak di tepi jalan kampung itu.
Hilman, seorang warga, memperlihatkan kepada wartawan hasil rekaman hidup kamera fotonya. Namun baik tiang dan lantai yang disebut Hilman tengah bergerak tidak tampak jelas. Kemungkinan gambar diambil setelah fenomena itu terjadi. Namun, puluhan warga berebut ingin menyaksikan hasil rekaman itu.
Menurut Syariful, masjid tersebut mengalami renovasi menjadi dua lantai pada tahun 1989 dan selesai Oktober. Lantai pertama berukuran 9×21 meter dan lantai dua 9×12 meter. “Semula itu hanya masjid biasa dengan lahan bekas kebun. Saya yang waktu itu berprofesi sebagai pemborong lantas mengusulkan dilakukan renovasi dan disambut warga,” ujarnya, sambil menyebutkan, renovasi juga mendapat sumbangan dari Presiden Soeharto sebesar Rp 50 juta melalui koleganya di Jakarta.
Sejak berdiri, lanjut Syariful, tidak ada hal yang aneh. Hanya saja setelah ada imbauan MUI Pusat untuk menghitung kembali arah kiblat masjid pasca gempa 2 September 2009 lalu, jajaran DKM Masjid Al Falah melakukan penghitungan ulang dipimpin H Rofik, ahli ilmu falak warga setempat. Saat itu diketahui arah masjid mesti diputar ke kiri sekitar 30 derajat agar tepat menghadap kiblat.
“Kalau tidak salah, perubahan arah kiblat itu dilakukan Juli lalu. Karena akan sulit jika harus membongkar masjid, maka warga sepakat hanya memutar hamparan sajadah saja ke arah kiri,” jelas Syariful.
Menurut Syafirul, fenomena itu saat ini tengah dikaji oleh para tokoh. Bukan mengkaji secara ilmiah, tapi membaca ada hikmah apa dibalik peristiwa tersebut. Ketua RW, Dudung, juga menyatakan hal serupa.
“Para tokoh tengah menelaah secara saksama, untuk menemukan hikmah dari peristiwa itu,” jelasnya.
Namun bagi Syariful, kejadian ajaib itu bisa saja menjadi petunjuk bahwa arah kiblat yang sebenarnya, sesuai dengan arah masjid sekarang ini. “Logikanya, kami memutar arah kiblat ke kiri dan keempat tiang berputar ke arah kanan, dengan sudut perputaran yang sama. Karenanya saya akan mengungkapkan hal ini kepada warga untuk menjadi bahan pertimbangan,” imbuhnya.
Menurut Syafirul, fenomena itu saat ini tengah dikaji oleh para tokoh. Bukan mengkaji secara ilmiah, tapi membaca ada hikmah apa dibalik peristiwa tersebut. Ketua RW, Dudung, juga menyatakan hal serupa.
“Para tokoh tengah menelaah secara saksama, untuk menemukan hikmah dari peristiwa itu,” jelasnya.
Namun bagi Syariful, kejadian ajaib itu bisa saja menjadi petunjuk bahwa arah kiblat yang sebenarnya, sesuai dengan arah masjid sekarang ini. “Logikanya, kami memutar arah kiblat ke kiri dan keempat tiang berputar ke arah kanan, dengan sudut perputaran yang sama. Karenanya saya akan mengungkapkan hal ini kepada warga untuk menjadi bahan pertimbangan,” imbuhnya.
Anonymous @ 15 October 2010 at 13:37
itu menandakan bahwa permasalahan perubahan arah kiblat tsb.tidk harus disikapi scr ektrim bin tergesa-gesa, apalagi menyangkut biaya renovasi seluruh bangunan masjid setempat (bagaimana dg masjid seluruh indonesia?)
Bisa saja jk kita negatif thinking bhw perubahan arah kiblat sbg "skenario dunia" mentargetkan utk menghancurkan masjid seluruh dunia dg cara yg tdk ketahui umat islam tetapi mudah diterima umat islam sendiri alias menghancurkan masjidnya sendiri scr sukarela. waspadalah, waspalah...!
Anonymous @ 15 October 2010 at 13:52
saya yakin 100% bhw umat islam menganggap bangunan masjid hanyalah setumpuk material yang disusun scr sengaja yg manfaatnya sbg tempat ibadah, alias umat islam menganggap bhw masjid hanyalah benda mati. umat lupa berfikir bhw gunung-gunung yg dianggap benda mati itu sebenarnya adalah "suatu benda yang hidup". nggak percaya? coba buka2 al qur'anmu yg penuh debu di almari masjidmu itu ataupun di laci rak buku rumahmu itu. bukankah "gunung2 tak sanggup...dst". ingat kata "tak sanggup". maka bacalah chok....!
Anonymous @ 17 October 2010 at 08:57
subhanallah.....!! allah maha besar.