Surga Kecil Indonesia yang terlupakan di Negara Sendiri, Pulau Hoga !!!

Posted @ 18:27 on Sunday, 13 June 2010 by Forex Education

Pulau Hoga

Pulau Hoga adalah salah satu pulau di gugusan kepulauan WAKATOBI wilayah Kabupaten Wakatobi, provinsi Sulawesi Tenggara , Indonesia, yang juga merupakan pulau wisata bawah laut terindah di Dunia. Pulau ini terletak di timur Pulau Kaledupa.


MENDENGAR namanya, orang berpikir tiga hal itu ada kaitannya dengan Jepang. Padahal, ini tentang keindahan Indonesia di Sulawesi Tenggara. Tiga nama itu adalah nama obyek wisata yang dinilai potensial laku dijual kepada wisatawan mancanegara yaitu Pulau Hoga dan Onemobaa di Kabupaten Wakatobi dan Pulau Sagori di Kabupaten Bombana.

  Masih agan semua ingat film The Beach? Film yang diperani si ganteng Leonardo Di Caprio itu berkisah tentang surga tersembunyi di sebuah pulau terpencil di Filipina. Bayangkan bahwa tempat itu ternyata ada juga di Indonesia. Tepatnya di Pulau Hoga, Kepulauan Wakatobi di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Daratan Pulau Hoga yang kehijauan tampak cantik dikelilingi pasir putih yang berkilauan tetimpa cahaya matahari. Angin laut yang segar langsung mengisi paru-paru. Air laut di depan mata membentang biru dan jernih.


Mendarat di Hoga, tampak bangunan-bangunan kayu yang sederhana namun kokoh. Sejumlah bule berseliweran di ruang makan berkapasitas 60-80 orang yang dipenuhi jadwal dan instruksi berbahasa Inggris. Suasana hiruk-pikuk dengan senda gurau dalam bahasa Inggris. Padahal, itu di kepulauan Wakatobi, di ujung tenggara Pulau Sulawesi yang dari Jakarta bisa ditempuh dua hari.

Memang, orang asing itu bukan sekadar turis. Mereka rata-rata mahasiswa dan profesor peneliti program Operation Wallacea (Opwall), lembaga ekspedisi riset dan konservasi yang berbasis di Inggris.

Keindahan yang tak ternilai dari tempat ini adalah lokasinya yang terpencil, kata John Coop Direktur-Expedisi Logistik Opwall di Pulau Hoga.

Menurut John, mereka datang pada musim liburan universitas di Eropa: Maret dan Juni-September. Tiap musim jumlah mahasiswa dan relawan mencapai 400 orang sementara profesor 8-10 orang.

Kepulauan Wakatobi memang menyimpan banyak keindahan. Dulu dikenal sebagai kepulauan Tukang Besi, terdiri dari kelompok empat pulau utama yang menjadi nama Wakatobi: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko.

Kawasan dengan luas 1.390.000 hektare yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan besar, jajaran atol dan laguna karang tersebut terkenal kepadatan habitat terumbu karang dan ikanya yang beragam. Paus dan lumba-lumba pun kerap dapat ditemui di sekitar Wangi-Wangi.

Pencinta penyu dapat meneliti di Pulau Runduma, sebelah utara Pulau Kaledupa. Di pulau yang sulit ditempuh karena jalur pelayarannya rawan gelombang, penyu-penyu hijau (Chelonia mydas) selalu turun bertelur.

Satu lagi yang menjadi sorotan para peneliti asing adalah sejumlah perkampungan Suku Bajo. Kelompok masyarakat yang kerap disebut gipsi laut ini benar-benar hidup di atas laut dengan membangun permukiman di atas laguna karang. Mereka tersebar di pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, dan Tomia.

Namun, tidak murah biaya peneliti ikut program Opwall. Untuk dua minggu, mereka harus membayar biaya hidup 1.750 dollar AS atau sekitar Rp 17,5 juta. Biaya belum termasuk ongkos pulang, visa, sertifikat, dan alat menyelam.

Maka Opwall yang beroperasi sejak 1995 menyiapkan fasilitas tak tanggung-tanggung. Di Pulau Hoga, Opwall menyewa satu bangunan rumah panggung milik Pemerintah Daerah Wakatobi dan difungsikan sebagai kantor, ruang kelas, area belajar, perpustakaan mini, ruang komputer, laboratorium basah, restoran, bar, dan klinik pertolongan pertama. Opwall juga berkerja sama dengan operator dan lembaga kursus menyelam PADI.

Di perkampungan Suku Bajo di Sampela, Opwall membangun sebuah fasilitas penelitian untuk menginap di perkampungan. Sebuah rumah dengan fungsi yang sama juga disewa di Desa Ambeua, Pulau Kaledupa.

Banyaknya peneliti asing membuat masyarakat di Wakatobi, juga Suku Bajo di Sampela, mengira pengunjung lokal yang berkulit kuning langsat pun sebagai orang asing.

Warga juga sangat terbiasa diwawancara. Bahkan sebagian mengaku bosan, letih. Para peneliti asing itu kadang tidak datang berkelompok tapi sendiri-sendiri. Lalu kami diminta berkumpul. Setiap orang dapat pertanyaan panjang dan banyak. Sering kami jadi tidak melaut, keluh La Diy (42) warga Desa Sembano.

Buntutnya saat mengetahui jadi obyek penelitian, mereka menjadi kritis dan mempertanyakan dampak langsung penelitian bagi masyarakat.

Padahal, umumnya para peneliti asing ini meneliti di Wakatobi untuk satu kurun waktu tertentu demi disertasi akademik mereka. Pada sisi ini masyarakat memang sekadar menjadi obyek penelitian. Namun di sisi lain, keberadaan Opwall telah membuka alternatif penghasilan dan lapangan pekerjaan baru buat masyarakat, khususnya di Hoga dan Kaledupa.

Di Hoga, saat ini terdapat 200 homestay milik masyarakat yang pasokan tamunya sebagian besar dari Opwall. Transaksi penyewaan kapal untuk penyelaman, arus pesanan sayur-mayur, menjadi tambahan penghasilan di musim ramai penelitian. Opwall juga melibatkan 81 persen staf lokal sebagai pekerja operasional. Dampak tak langsung lain adalah lancar berbahasa Inggris.

Kepulauan Wakatobi sejak 31 Juli 1996 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 393/KTps-VI/1996 ditetapkan sebagai kawasan Taman Nasional Laut dengan nama Taman Nasional Kepulauan Wakatobi. Dengan penetapan itu, tahun 1997 Wakatobi dibagi menjadi lima zona: Zona Inti (683.500 ha), Zona Pelindung (160.500 ha), Zona Pemanfaatan (70.000 ha), Zona Pemanfaatan Tradisional (300.500 ha), dan Zona Rehabilitasi (175.000 ha).

Pembagian ini penting mengingat taman laut Wakatobi (1.390.000 ha) merupakan taman laut kedua terbesar di Indonesia, setelah Taman Nasional Laut Teluk Cendrawasih di Papua. Tingkat keragaman terumbu dan spesies ikan di Wakatobi juga termasuk berkepadatan tinggi, sama seperti di Taman Nasional Laut di Bunaken, Teluk Cendrawasih, dan Komodo.

Berdasarkan kajian ekologi The Nature Conservation (TNC) Indonesia Marine Program dan WWF Indonesia Marine Program 2003, di Wakatobi terdapat 396 jenis karang batu penyusun terumbu karang dan 590 jenis ikan. Ini karena ada Laguna Karang Kaledupa, laguna terluas dan terpanjang di Indonesia.

Di laguna karang ini komunitas karang yang tidak umum dan spesies ikan berada pada keragaman yang paling tinggi. Keindahan dapat dinikmati di 27 titik lokasi penyelaman di mana terumbu karang secara umum dalam kondisi sehat.

Tak heran bila Wakatobi dikenal sebagai salah satu lokasi impian penyelaman. Namun, penyelam lokal biasanya jadi minder begitu penyelam asing bercerita.

Begitulah. Para penyelam mancanegara rupanya lebih mengerti bahwa Indonesia memiliki dunia bawah laut yang amat indah.

0 Comments

What Is Your Comment?

Powered by Blogger.