Ternyata "PRJ" zaman Belanda dulu gak kalah megahnya dengan yang sekarang

Posted @ 17:36 on Saturday 26 June 2010 by Forex Education

Jakarta Fair sudah datang lagi. Pasar malam tahunan itu akan berlangsung sampai 11 Juli mendatang setelah diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis, 10 Juni lalu. Ini adalah Jakarta Fair (JF) ke-18 yang diselenggarakan di Kemayoran.

Sebelumnya, JF yang resminya bernama Pekan Raya Jakarta (PRJ), selalu diadakan di Lapangan Merdeka alias Lanpangan Monumen Nasional (Monas).

PRJ pertama kali diselenggarakan pada 1968 dan diresmikan Presiden Soeharto. Sejak itu, JF jadi tradisi tahunan dalam rangka menyambut hari ulang tahun kota Jakarta, 22 Juni. Pasar malam ini umumnya digelar selama sebulan, 30-35 hari. Namun, hanya JF tahun 1969 yang berlangsung sampai 71 hari dan pernah dikunjungi Presiden AS Richard Nixon, yang kebetulan sedang berkunjung ke Indonesia.

Gagasan penyelenggaraan JF alias PRJ datang dari Ali Sadikin, Gubernur Jakarta masa itu, yang menginginkan Jakarta memiliki agenda pameran besar tahunan yang diselenggarakan dalam waktu yang cukup panjang. Namun, pasar malam itu sebetulnya cuma reinkarnasi dari Pasar Gambir yang sempat lama dikenal warga Jakarta di zaman kolonial.

Ulang tahun Wilhemina

Kalau PRJ diadakan dalam rangka menyambut HUT Jakarta, Pasar Gambir diselenggarakan untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, yang lahir pada 31 Agustus 1880.

Pasar Gambir pertama digelar pada 1898, tahun penobatan nenek Ratu Beatrix itu sebagai Ratu Belanda. Sejak itu, Pasar Gambir diselenggarakan setiap tahun, selama satu pekan, antara bulan Agustus dan September. Sampai kini, Bangsa Belanda selalu menjadikan hari ulang tahun ratu mereka, yang disebut Hari Ratu, Koninginnedag, sebagai hari nasional negeri keju itu.

Nama Pasar Gambir diambil dari lokasi penyelenggaraanya di Lapangan Merdeka, yang dulu disebut Lapangan Raja, Koningsplein, di daerah Gambir. Jika Jakarta Fair tahun-tahun pertama diselenggarakan di Lapangan Merdeka Selatan, Pasar Gambir selalu digelar di Medan Merdeka Utara, di seberang istana gubernur jenderal, kini Istana Merdeka. Di zaman Pasar Gambir, Monas jelas belum berdiri di Lapangan Merdeka.

Tujuan penyelenggaraan Pasar Gambir pada dasarnya sama saja dengan PRJ. Walau istilah macam usaha kecil dan menengah (UKM), dan ekonomi kerakyatan sama sekali belum dikenal, dalam sebuah buku yang diterbitkan Pemerintah Kotapraja Batavia, 1930-an disebutkan, Pasar Gambir terutama dimaksudkan untuk memajukan industri rakyat, pertanian, peternakan, perikanan, dan perdagangan. Oleh karena itu, di pasar raya tersebut selalu dipenuhi stan-stan yang memamerkan aneka hasil pertanian dan kerajinan rakyat sejumlah daerah di Nusantara.

Salah satunya adalah stan kerajinan topi buatan Tangerang. Topi anyaman bambu ini sudah sejak lama menjadi komoditas ekspor yang ikut menyumbang devisa bagi Pemerintah Hindia Belanda. Pada awal abad ke-20, diperkirakan jutaan topi hasil industri rumah tangga ini dikirim ke Eropa setiap tahunnya karena orang-orang di sana sangat senang mengenakannya saat musim panas.

Topi yang di Eropa dikenal sebagai topi Panama ini diproduksi besar-besaran, antara lain, atas pesanan seorang pengusaha Perancis yang dikenal sebagai Petit Jan.

Stan mobil Amerika


Seperti di JFK (Jakarta Fair Kemayoran) sekarang, Pasar Gambir juga diramaikan oleh gerai-gerai sejumlah perusahaan dan industri yang menjual barang-barang impor. Gerai-gerai toko milik warga Batavia keturunan Eropa dan China pun selalu ikut memeriahkan pasar malam itu.

Dalam buku sejarah otomotif zaman Hindia Belanda berjudul Kreta Setan, ”De Duivelswagen” (1977), disebutkan, salah satu perusahaan yang berpartisipasi di Pasar Gambir 1918 adalah Berkhemer, salah satu toko mobil di Batavia. Di stannya, dealer mobil itu memamerkan—dan menjual—mobil-mobil impor dari Amerika, yaitu Gray, Gardner, dan Chandler. Merek-merek mobil generasi pertama di Batavia itu kini bahkan sudah tak dikenal lagi.

Seperti di PRJ sekarang, Pasar Gambir juga selalu diramaikan oleh ratusan restoran, kafe, dan pedagang kaki lima. Entah kapan kerak telur ditemukan. Akan tetapi, pada akhir zaman Belanda, sebelum invasi Jepang, 1942, kabarnya para pedagang makanan jajanan khas Betawi itu sudah ada dan berpartisipasi meramaikan Pasar Gambir.

Dalam buku kenangannya, seorang warga daerah Pasar Baru yang hidup pada akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 menceritakan, Pasar Gambir juga penuh dengan berbagai jenis tontonan, mulai dari sulap, komidi atau sandiwara bangsawan, komidi putar, sampai American Carnaval Show. Perlombaan panjat pinang merupakan atraksi lain yang membuat suasana Pasar Gambir semakin meriah.

”Pada malam penghabisan dipasang kembang api besar dari pabrik janhwe Gorz di Krukut dan pabrik janwhe Lauw Kang Boen di Angke. Pertunjukan ini ditonton ribuan orang,” kisah Tio Tek Hong, warga Pasar Baru itu dalam buku Keadaan Jakarta Tempo Doeloe, terbitan 2006.

Dari tahun ke tahun, Pasar Gambir semakin ramai dan memakan tempat yang semakin luas. Hal ini menyebabkan sering terjadi kemacetan lalu lintas yang luar biasa pada waktu para pengunjungnya pulang. ”Macetnya sedemikian, hingga seorang yang berumah di Pasar Baru, jika turun dari kendaraannya (sado atau delman) dan jalan kaki, setelah lama ia tiba di rumah barulah kendaraan yang ditinggalkannya terlepas dari kemacetan itu. Berjam-jam kendaraan mandek!” cerita Tio Tek Hong lagi.

Untung lokasi PRJ sudah lama dialihkan ke kawasan Kemayoran yang lebih lega dan jalan-jalan di sekitarnya juga lebih lebar. JF sekarang pasti belasan kali lebih ramai dibanding waktu masih bernama Pasar Gambir. Kalau tetap dipertahankan di Lapangan Monas, jalan-jalan di sekitarnya pasti akan semakin macet selama masa pelaksanaan pasar malam itu. Apalagi, menurut catatan resmi, pengunjung PRJ sekarang jumlahnya dapat mencapai lebih dari 100.000 orang per hari.

Gerai-gerai dan ruang pamer yang dibangun di PRJ sekarang kurang menampilkan karakter khas arsitektur Indonesia. Hampir semua merupakan bangunan modern biasa dan dibuat dari material yang biasa pula, seperti batu bata, semen, kaca, dan kayu lapis. Hal ini berbeda dengan Pasar Gambir yang menarik banyak pengunjung justru karena gerai-gerainya terbuat dari bambu atau kayu, serta beratap rumbia yang khas budaya Nusantara.

”Bangunan-bangunan bambu atau kayu berbagai bentuk dan model itu menarik dan indah. Keindahan ini terutama bisa dinikmati pada malam hari, saat bangunan-bangunan itu, termasuk pintu gerbangnya yang monumental, disiram cahaya lampu, yang membuatnya seperti pemandangan dalam cerita negeri dongeng,” kata seorang penulis Belanda dari masa paruh pertama abad ke-20.

pintu masuk prj vs pasar gambir:
pintu masuk utama pasar gambir 1936
 
penampakan prj vs pasar gambir
pasar gambir 1926
 pasar gambir 1928
 
pasar gambir 1925  
 
stand prj vs pasar gambir
stand minuman teh 1929
stand penjualan kambing 1923 
stand toko obat sebelum 1940
stand mobil ford 1921
 

 

One Comment
  1. Jasa Pembuatan Ijazah @ 4 June 2011 at 08:35

    BUTUH IJAZAH UNTUK MENCARI KERJA - MELANJUTKAN KULIAH - KENAIKAN JABATAN ?!?!
    KAMI JASA PEMBUATAN IJAZAH SIAP MEMBANTU ANDA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN IJAZAH UNTUK BEKERJA ATAU MELANJUTKAN SEKOLAH / KULIAH.
    BERIKUT INI MERUPAKAN JASA YANG KAMI SEDIAKAN.

    -SMU:4.000.000
    -D3:6.000.000
    -S1:8.000.000

    * AMAN, LEGAL, TERDAFTAR DI UNIVERSITAS / KOPERTIS / DIKTI, BISA UNTUK MASUK(PNS, TNI, POLRI,BUMN, SWASTA).

    JUGA MELAYANI PEMBUATAN SURAT SURAT PENTING SEPERTI:SIM, STNK, KTP, REKENING BANK, SURAT TANAH, AKTE KELAHIRAN.BPKB, N1, SURAT NIKAH, DLL.

    SYARAT:KTP/SIM,FOTO BERWARNA DAN HITAM PUTIH,UNIVERSITAS YANG DITUJU,IPK YANG DIMINTA(MAX 3,50),TAHUN KELULUSAN YANG DIMINTA,ALAMAT PENGIRIMAN YANG DIMINTA.KIRIM KE: 085736927001.ku@gmail.com
    HUB: +6285736927001.

    (HANYA UNTUK YANG SERIUS SAJA)

    Nb:Semua manusia berhak meiliki pekerjaan dan pendidikan yang layak,entah dari kalangan atas,menengah dan bawah.Maka dari itu kami ada untuk anda yang mebutuhkan ijazah atau surat-surat penting lainnya

What Is Your Comment?

Powered by Blogger.